Menulis latar belakang skripsi hukum adalah langkah pertama yang penting untuk menjelaskan alasan mengapa suatu topik perlu diteliti. Latar belakang ini memberikan gambaran mengenai permasalahan hukum yang ada, serta bagaimana penelitian ini dapat memberikan pemahaman yang lebih jelas. Menurut Soerjono Soekanto, latar belakang penelitian harus mampu "menggambarkan adanya kesenjangan antara apa yang berlaku dengan apa yang seharusnya". Untuk membuat latar belakang yang jelas dan terarah, ada dua hal yang perlu diperhatikan.
1. Penyusunan Secara Bertahap dari Umum ke Khusus
Latar belakang yang baik disusun dengan pola pikir "corong", yaitu memulai dari uraian yang bersifat luas, kemudian mengerucut ke masalah yang akan diteliti. Awali dengan menjelaskan tema besar yang berkaitan dengan bidang hukum yang dipilih. Misalnya, ketika membahas perlindungan data pribadi, uraian dapat dimulai dengan perubahan lanskap teknologi informasi yang meningkatkan risiko kebocoran data.
Setelah itu, penulis mengerucutkan pembahasan ke persoalan yang lebih spesifik, seperti lemahnya perlindungan data pribadi dalam transaksi daring. Dengan pendekatan ini, alur pikir menjadi terstruktur, dan pembaca dapat memahami hubungan antara fenomena umum dengan isu khusus yang diangkat dalam penelitian.
Penting untuk menghindari penyajian masalah secara langsung tanpa terlebih dahulu memberikan pemahaman tentang latar situasinya, agar kerangka masalah tampak logis dan terbangun secara sistematis.
2. Menjelaskan Alasan Kelayakan Masalah untuk Diteliti
Selain alur penulisan, penting juga untuk menunjukkan mengapa topik tersebut patut diteliti. Beberapa pendekatan yang bisa digunakan antara lain:
- Fenomena Kasus yang Semakin Marak.
Sebagai contoh, kasus kebocoran data pribadi yang semakin sering terjadi di sektor perbankan menunjukkan adanya kebutuhan mendesak untuk penelitian lebih lanjut mengenai perlindungan data pribadi. - Tumpang Tindih Aturan
Misalnya, dalam urusan penyelesaian sengketa konsumen online, terdapat ketidaksesuaian antara Undang-Undang Perlindungan Konsumen dengan Peraturan Menteri Perdagangan tentang e-commerce, sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum. - Solusi Hukum yang Tidak Efektif atau Tidak Efisien
Kebijakan penyelesaian sengketa melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) masih menghadapi kendala implementasi, sehingga efektivitas perlindungan konsumen patut dikaji ulang. - Tantangan Pengaturan Hukum yang Lebih Jelas
Pada banyak bidang, misalnya transaksi berbasis aplikasi, hukum positif di Indonesia belum sepenuhnya mengatur mekanisme perlindungan hak pengguna jasa secara rinci. - Adanya Multitafsir terhadap Norma Hukum
Pasal-pasal dalam peraturan dapat ditafsirkan berbeda-beda, seperti Pasal 5 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik tentang kewajiban penyelenggara sistem elektronik, yang interpretasinya masih diperdebatkan. - Putusan Pengadilan yang Dipandang Tidak Adil
Analisis terhadap putusan terkait sengketa perlindungan konsumen sering menunjukkan perbedaan dalam pemenuhan rasa keadilan, baik bagi konsumen maupun pelaku usaha. - Hambatan Implementasi Peraturan di Lapangan
Sebagai contoh, meskipun ada peraturan yang melindungi konsumen, kenyataannya banyak konsumen yang kesulitan menuntut haknya akibat proses yang panjang dan biaya yang tinggi.
Dengan memaparkan alasan-alasan tersebut secara terstruktur, latar belakang skripsi tidak hanya menjelaskan situasi masalah, tetapi juga memperlihatkan adanya kebutuhan nyata untuk mengadakan penelitian. Hal ini akan memperkuat posisi akademik skripsi, sekaligus menunjukkan bahwa penelitian tidak dilakukan sekadar untuk memenuhi syarat administrasi, melainkan sebagai jawaban atas kebutuhan ilmiah dan praktis di bidang hukum.